Sabtu, 24 April 2010

TEST RIDE: SIMPLEX ZWEEFIETS

Simplex Zweefiets adalah sebuah fenomena tersendiri dalam sejarah industri sepeda di Belanda. Meskipun sepeda ini adalah tergolong produk gagal, namun dari sisi kreativitas desain patut diacungi 2 jempol. Sepeda yang diciptakan oleh W. Van Touren ini (Andyt, 2007), mengadopsi frame model plat bertumpuk yang kemudian ketika ditunggangi secara alami menciptakan ayunan pada posisi sadel. Barangkali tidak ada varian serupa dari merek lain yang pernah diproduksi selain produk Simplex Amsterdam ini. Hal lain yang ditemukan pada sepeda ini adalah bahwa tidak ada informasi nomer rangka sedikitpun, meskipun saya sudah berusaha mencari pada posisi tabung bawah sadel, bawah sarang as tengah dan posisi potensial lainnya. Hal yang menurut saya aneh, karena sepeda produksi Belanda selalu memiliki nomer kode produksi seminimal apapun.

Keluhan ketidaknyamanan tunggangan yang selama ini menjadi klaim kegagalan produk ini memang terbukti ketika saya mencoba sepeda ini untuk jarak yang signifikan. Ketika naik sepeda ini, di sepanjang perjalanan saya selalu berkonsentrasi mengatur titik berat ideal agar posisi tiang sadel terletak pada titik tengah antara posisi ayunan teratas dan terbawah. Dengan posisi tengah seperti itu memang sesekali dirasakan ayunan yang ideal sebagaimana kalau kita menunggangi kuda. Namun suasana kenyamanan akan berubah total ketika saya harus men-rem sepeda secara mendadak. Ayunan sadel akan langsung terhentak ke atas sesuai hukum fisika yang berlaku. Dengan demikian saya harus segera mencari posisi berdiri yang darurat agar sepeda tidak jatuh.

Kemudian dari pengalaman mengemudi sepeda ini juga terkonfirmasi bahwa tidak ada hubungan secara langsung antara jalan naik atau jalan menurun, dengan posisi ayunan sadel. Pada kondisi jalan naik atau menurun, pada posisi kaki sedang tidak mengayuh, posisi ayunan sadel sepenuhnya tergantung pada pengaturan titik berat badan. Kalau posisi "angler" tentu saja posisi sadel akan dibawah karena titik berat badan secara alami akan diposisikan ke belakang. Sebaliknya, pada saat kaki sedang aktif mengayuh, pada jalan menurun maupun jalan naik, posisi ayunan sadel cenderung pada posisi ayunan atas, karena titik berat badan secara alami akan diposisikan ke depan.

Fitur rangka berayun ini juga secara teknis menyulitkan pemasangan posisi sadel yang ideal. Ketika sepeda tidak ditunggangi, posisi sadel cenderung dipasang lurus. Namun demikian, saat sepeda ditunggangi pada posisi ayunan terbawah maka posisi sadel akan relatif menunduk sehingga posisi tunggangan menjadi kurang nyaman. Hal ini juga berpengaruh pada posisi tangan saat memegang setang, seringkali saya harus memegang setang dalam posisi menggantung atau mengambang (bahasa jawa: nggandhul), dikarenakan posisi duduk menurun saat posisi ayunan sadel di bawah. Dengan demikian, saya bisa membayangkan betapa melelahkan naik sepeda ini bila digunakan untuk touring jarak jauh, karena posisi badan dan tangan cenderung tegang menyesuaikan gejolak ayunan posisi sadel.

Desain lain yang cukup berbeda dari sepeda ini adalah bentuk bagasi yang langsung dibaut pada spatbord. Hal yang dalam perspektif pesepeda Indonesia mungkin dipersepsikan dengan resiko kerusakan spatbord pada saat bagasi ini digunakan untuk memboncengkan orang dewasa. Namun demikian, dalam kultur Belanda, bagasi sesungguhnya hanya berfungsi sebagai tempat membawa barang, bukan untuk memboncengkan orang. Jadi bisa disimpulkan bahwa desain bagasi seperti ini sesungguhnya tidak bermasalah untuk asumsi penggunaan bagasi sebagaimana seharusnya. Model bagasi dibaut pada spatbord juga diadopsi oleh Gazelle Tipe A produksi akhir tahun 1930s.

As tengah Simplex Zweefiets tampak menggunakan as model kecil dengan model gotri bukan model laker sebagaimana diadopsi oleh Simplex Cycloide dan sebagian Simplex Neo. Kayuhan sepeda ini sesungguhnya terasa ringan namun tetap tidak terasa spesial jika dibanding dengan kayuhan pada sepeda Simplex dengan sistem as model laker.

Sepeda Simplex Zweefiets diproduksi dalam 2 varian yakni tipe rem torpedo dan rem tromol. Untuk rem tromol, digunakan handel rem tangan seperti pada sepeda modern. Sepeda zweefiets yang diuji coba ini adalah tipe yang pertama dengan as rem belakang produksi Perry England. As roda depan dan roda belakang sama-sama berlubang 36 sebagaimana sepeda Simplex pada umumnya.

Secara umum saya bisa menyimpulkan bahwa Simplex Zweefiets sebetulnya hanya unggul dalam hal penampilan yang sangat fashionable. Namun untuk fungsi pokok sebagai alat transportasi, sepeda ini memiliki kinerja buruk pada aspek ergonomi. Sepeda ini lebih patut dikoleksi karena faktor keindahan desain dan faktor kelangkaan.

1 komentar:

  1. Halo pemilik blog ini. Anda sudah terbukti mengambil banyak isi artikel dari www.sepedaonthel.com dan podjok.com tanpa ijin dari para penulisnya. Silahkan dihapus semua isi jiplakan tersebut sebelum anda terkena tuntutan legal. Salam.

    BalasHapus